Dahulu kala negri priangan masih penuh dengan hutan dan belukar. Pada saat itu, ada seorang bangsawan yang sangat berkuasa, Raden Sungging Perbangkara namanya. Raden Sungging Perbangkara mempunyai seorang istri yang ganjil, yaitu seekor babi hutan, Celeng Wayung namanya. Dengan babi itu ia beranak seorang gadis yang cantik, Dayang Sumbi. Ia di sayang sekali oleh ayahnya, sebab ibunya yaitu babi hutan tadi, tinggal di hutan, tidak mau tinggal di istana. Pekerjaan sehari-harinya memintal benang dan bertenun. Ia amat pandai dalam hal itu.
Suatu siang, sedang panasnya suasananya, Dayang Sumbi duduk memintal dan bertenun pula. Karena suasana sangat panas, ia melakukan pekerjaan itu di tempat yang tinggi, di panggung supaya mendapat angin yang sejuk. Di panggung yang sejuk lama-kelamaan Dayang Sumbi mengantuk, sehingga pada suatu ketika sebuah alat pemintalnya jatuh ke tanah. Agak terkejut ia, ketika mau mengambil alat itu hatinya segan. Maka berkatalah ia perlahan-lahan, "Ah, malang bener badanku ini, sedang bekerja alatku jatuh. Mau ku ambil alangkah jauhnya. Umpama sekarang ada yang mau mengambilkan alatku itu, kalo wanita akan ku jadikan dia sodara dan kalo laki-laki akan ku jadikan suami, tidak perduli orang atau binatang."
Tidak lama sesudah Dayang Sumbi mengucakan perkataan yang demikian itu, datanglah seekor anjing berlari-lari, membawa alat yang jatuh tadi dengan mulutnya. Sambil menggerak-gerakan ekornya, anjing itu mendekati putri itu lalu memberikan alat yang dibawanya itu kepadanya. Dayang Sumbi sangat terkejut, namun ia sama sekali tidak berani menarik perkataan yang telah di keluarkannya, sebab kalo demikian tentu dirinya akan mendapat bahaya besar.
Maka kawinlah ia dengan anjing itu.
Setehun kemudian Dayang Sumbi melahirkan seorang putra yang sehat dan juga kuat. Putra itu lekas menjadi besar dan juga pandai dalam segala hal, terutama dalam hal berburu di hutan. Yang selalu mengiringkannya ialah anjingnya yang sesungguhnya ayahnya sendiri. Nama anjing itu Situmang.
Sangkuriang, begitulah nama anak muda itu, sangat cinta kepada anjingnya, yang di anggapnya seakan-akan saudaranya. Ia tidak tahu sama sekali bahwa anjing itu sebenarnya ayahnya sendiri.
Suatu hari, Sangkuriang sedang berburu dengan si Tumang. Tiba-tiba ia melihat seekor babi gemuk. Timbul keinginannya untuk membunuh binatang itu supaya dapat merasakan dagingnya yang enak.
Maka babi itu di panah oleh Sangkuriang, tetapi tidak mati hanya luka saja. Babi itu pun melarikan diri ke dalam belukar. Sangkuriang kurang sabar, si Tumang di sepak-sepaknya supaya menuruti kehendaknya. Tetapi anjing itu tetap tidak beranjak dari tempatnya. Melihat kelakuang anjingnya semacam itu, hilanglah kesabaran Sangkuriang. Dengan panahnya, dibunuhnyalah anjing itu dan setelah mati dagingnya di iris kecil-kecil. Maka ia pun pulang.
Setiba di rumah daging itu di berikan kepada ibunya, dikatakannya daging rusa. Ibunya tidak menyangka sedikit pun bahwa daging yang di makannya itu daging anjing, daging suaminya sendiri. Akan tetapi, lama-kelamaan rahasia Sangkuriang yang di sembunyikannya itu ketahuan juga. Bukan main marahnya Dayang Sumbi kepada anaknya. Ia mengambil sebuah tongkat lalu di lemparkannya kepada Sangkuriang sehingga mengenai kepalanya. Darah yang keluar pun tidak sedikit. Sangkuriang kemudian di usir dari tempat itu. Ia mengembara mengikuti langkah kakinya saja.
Bertahun-tahun setelah kejadian itu, datanglah pengembara muda itu ke tempat asalnya. Namun, ia sendiri sudah tidak mengenal tempat kelahirannya itu.
Jauh di sebrang sana ia melihat sebuah panggung. Setelah di amat-amatinya, tampak olehnya seorang putri yang cantik.
Timbul keinginannya hendak berkenalan dengan putri itu. Lalu mendekatlah anak muda itu, hatinya berdebar-debar dengan hebatnya. Setelah sampai ke panggung tadi, di terangkannyalah kepada putri itu keinginnan hatinya. Putri itu mau juga berkenalan dengan Sangkuriang.
Beberapa bulan telah silam kedua anak muda itu makin asik berkasih-kasihan. Mereka kemudian bermaksud akan kawin. Namun, pada suatu hari putri itu melihat bekas luka pada kepala Sangkuriang. Putri yang cantik itu kemudian mengatakan kepada Sangkuriang bahwa ia tidak jadi kawin dengan dia. Apakah sebabnya ia berbuat seperti itu? karena sebenarnya putri itu adalah ibunya sendiri, yang tekah di anugrahi oleh Dewa supaya dapat tetap cantik dan awet muda untuk selama-lamanya. Sangkuriang bersedih hati. Dayang Sumbi malu mengatakan bahwa ia sebennya ibunya Sangkuriang.
Oleh sebab itu, ia mencari muslihat. Setelah lama memikirkan hal yang sulit itu, berkatalah ia kepada Sangkuriang, "Kekasihku, aku mau menjadi istrimu kalau engkau dapat mengubah tanah di sekeliling tempat ini menjadi sebuah telaga yang besar dan membuat sebuah perahu untuk bersenang-senang apabila kita kelak sudah kawin. Semua itu harus selesai dalam satu malam saja."
Sangkuriang setuju dengan permintaan itu. Maka mulailah ia bekerja dengan segiat-giatnya, hingga subuh semuanya hampir selesai. Dayang Sumbi melihat hal itu dengan hati yang cemas. Dalam hatinya ia tidak mau kawin dengan anaknya sendiri. Sebab itu, ia mencari akal supaya perkawinan itu jangan sampai terjadi. Dengan kesaktiaannya, ia lalu mengeluarkan sorotan merah yang menyerupai warna langit pada waktu pagi. Sangkuriang terkejut melihat itu, di sangkanya malam telah berganti siang.
Hati anak muda itu putus asa, karena pekerjaanya yang hampir selesai itu akan menjadi sia-sia belaka. Dengan kesal hati di balikannya perahu yang sudah di buatnya. Ia pun melangkahkan kakinya menuju samudra. Tetapi belum berapa jauh ia berjalan, meluaplah air telaga, mengalir ke bawah dan menengggelamkan segala apa yang di laluinya. Sangkuriang tidak sempat lagi melarikan diri. Ia mati tenggelam bersama-sama orang banyak. Telaga itu kemudian menjadi kering dan sampai sekarang masih ada. Perahu Sangkuriang yang terbalik itu sampai sekarang masih kelihatan pula bekasnya, yaitu Gunung Tangkuban Perahu yang indah itu. Karena sudah beratus-ratus tahun lamanya, perahu itu penuh dengan tumbuh-tumbuhan dan menjadi gunung, sedangkan telaganya menjadi sawah yang subur.
Demikianlah cerita asal usul Gunung Tangkuban Perahu yang sekarang menjadi tempat wisata
Komentar